Maka, dia mengingatkan, menjelang kontestasi besar politik 2024. Wartawan dan media makin mendewasakan sikap agar tidak diombang-ambingkan oleh kepentingan kekuatan-kekuatan politik yang bertarung.
Sementara itu, penyediaan ruang untuk netizen yang mengomentari sebuah isu publik tertentu dalam rubrik resmi media arus utama, secara tidak sadar menyuburkan sikap-sikap rasis dan antidemokrasi.
Walaupun kanal ekspresi publik itu tentu dibuka atas nama kemerdekaan berpendapat, secara langsung menjadi forum liar untuk menyampaikan apa saja tanpa filter dari aspek pelanggaran SARA, diskriminasi, dan berpotensi melukai nilai-nilai kebhinekaan.
Pada bagian lain, kemarakan aksi dan eksistensi para buzzer atau pendengung menciptakan pengembangan sikap-sikap antidemokrasi, diskriminasi, dan rasisme.
Baca Juga: Sambil Gowes Bareng, Ganjar Bagi Bingkisan kepada Petugas Jaga Posko Nataru
Mereka banyak menyentuh dan mengeksploitasi wilayah sensitif agama, suku, dan ras.
PWI Jateng memandang, kampus perlu didorong dan dijaga menjadi wilayah yang ikut berkontribusi mengawal nilai-nilai demokrasi.
Bukan justru memberi ruang kepada akademisinya untuk menjadi bagian dari elemen antidemokrasi dengan menjadi buzzer.
Ia menambahkan, pengawalan eksplorasi etika media, menuntut penghayatan sikap dan karakter berjurnalistik yang berpatokan pada nilai-nilai moral.
Baca Juga: Bupati Kebumen Targetkan 121 Ribu Dosis Vaksin Anak Terselesaikan
Yakni menjaga agenda sosial media untuk membangun kepercayaan publik lewat pemberitaan yang akuntabel, berdisiplin verifikasi, dan bernarasi positif.